Nilai
aqidah dalam ekonomi
Agama
Islam memandang bahwa semua bentuk kegiatan ekonomi adalah bagian dari
mu’amalah. Sedangkan mu’amalah termasuk bagian dari syari’ah, aqidah, dan akhlaq, yang salah
satunya tidak dapat dipisahkan.
Dalam kaitan ini Allah SWT. memberi tamsil tentang hubungan yang tak
terpisahkannya ketiga ajaran pokok Islam itu dalam firman-Nya:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana
Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik,
akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, Pohon itu memberikan buahnya
pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan
itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang
buruk seperti pohon yang buruk, yang Telah dicabut dengan akar-akarnya dari
permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun” (QS.Ibrahim: 24-26)
Dalam kaitan ini Al Qur’an telah
menyerukan agar setiap muslim melakukan segala aktivitas kehidupannya termasuk
dalam bidang ekonomi selalu bertumpu pada aqidah yang artinya bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya dalam melakukan kegiatan
ekonomi selalu bertumpu pada keimanan kepada Allah SWT dan bertujuan mencari
ridha-Nya karena pencipta,
pemilik dan penguasa segala yang ada hanyalah Allah Yang Maha Tunggal. Kegiatan
ekonomi yang berlandaskan aqidah tauhid menjamin terwujudnya kemaslahatan dan
kebaikan perekonomian untuk masyarakat luas, bukan hanya masyarakat muslim. Hal
ini, karena ekonomi dalam pandangan Islam merupakan sarana dan fasilitas yang
dapat membantu pelaksanaan ibadah dengan sebaik-baiknya. Kegiatan ekonomi yang
demikian dilaksanakan oleh pelaku-pelaku ekonomi yang selalu merasakan
kehadiran dan pengawasan Allah SWT, sehingga selalu berhias dan menjunjung
tinggi akhlak yang terpuji, keadilan, bebas dari segala tekanan untuk meraih
kebaikan hidup yang diridhai Allah SWT dunia dan akhirat.
Islam sebagai agama wahyu menjadikannya
sebagai sumber pedoman hidup bagi seluruh
umat manusia. Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan dalam bidang
ekonomi Islam mengutamakan metode pendekatan sistem nilai sebagaimana yang
tercantum dalam sumber-sumber hukum Islam yang berupa Al Quran, Sunnah, Ijma
dan Ijtihad.
Ada beberapa Karasteristik ekonomi
Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiah wa al-amaliyah
al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:
a. Harta Kepunyaan Allah dan
Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
Karasteristik pertama ini terdiri
dari 2 bagian yaitu :
Pertama, semua harta baik benda
maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. Al- Baqarah,
ayat 284 dan Q.S.Al -Maai’dah ayat17.
Kedua, manusia adalah khalifah atas
harta miliknya. Sesuai
dengan firman Allah dalam QS. Al-Hadiid ayat 7.
Dapat disimpulkan bahwa semua harta
yang ada ditangan manusia pada hakikatnya milik Allah, akan tetapi Allah
memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya yang tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan orang lain.
b. Ekonomi Terikat dengan
Akidah, Syariah (hukum), dan Moral
Diantara bukti hubungan ekonomi dan
moral dalam Islam (yafie, 2003: 41-42) adalah: larangan terhadap pemilik dalam
penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat
karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.
c. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa ahli Barat memiliki
tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama
yang menjaga diri tetapi toleran (membuka diri), memiliki unsur keagamaan
(mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).
d. Ekonomi
Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan
umum
Arti keseimbangan dalam sistem
sosial Islam adalah Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak,
tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik.
e. Kebebasan Individu
Dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian
Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun
kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar
aturan- aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an maupun
Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlat.
f. Negara Diberi
Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Dalam Islam negara berkewajiban
melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga
berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup
secara layak.
g. Bimbingan Konsumsi
Islam melarang orang yang suka
kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena kekayaan, sebagaimana
Firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 16 :
h. Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam
menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah
memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman
dalam menilai proyek investasi, yaitu:
·
Proyek
yang baik menurut Islam.
·
Memberikan
rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
·
Memberantas
kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
·
Memelihara
dan menumbuhkembangkan harta.
·
Melindungi
kepentingan anggota masyarakat.
i. Zakat
Sistem perekonomian diluar Islam
tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian
harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.
j. Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya
memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi
dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang dari
bidangnya yang normal adalah bunga (riba).